Jumat, 04 Maret 2011

METODE DAN TEKNIK SUPERVISI PENDIDIKAN

Di muka telah diuraikan bahwa tugas pengawas satuan pendidikan mencakup pengawasan atau supervisi administrasi dan pengelolaan (manajerial) sekolah sekaligus supervisi akademik atau pembelajaran. Karena fokus kedua hal tersebut berbeda, maka metode dan teknik yang dipergunakan tentu berbeda pula. Berikut ini akan diuraikan tentang metode supervisi manajerial dan supervisi akademik.

A.  SUPERVISI MANJERIAL

1.    Monitoring dan Evaluasi
Metode utama yang mesti dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan dalam supervisi manajerial tentu saja adalah monitoring dan evaluasi.
a.    Monitoring/Pengawasan
Monitoring adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah, apakah sudah sesuai dengan rencana, program, dan/atau standar yang telah ditetapkan, serta menemukan hambatan-hambatan yang harus diatasi dalam pelaksanaan program (Rochiat, 2008: 115). Monitoring lebih berpusat pada pengontrolan selama program berjalan dan lebih bersifat klinis. Melalui monitoring, dapat diperoleh umpan balik bagi sekolah atau pihak lain yang terkait untuk menyukseskan ketercapaian tujuan. Aspekaspek yang dicermati dalam monitoring adalah hal-hal yang dikembangan dan dijalankan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). Dalam melakukan monitoring ini tentunya pengawas harus melengkapi diri dengan parangkat atau daftar isian yang memuat seluruh indikator sekolah yang harus diamati dan dinilai.
Secara tradisional pelaksanaan pengawasan melibatkan tahapan: (a) menetapkan standar untuk mengukur prestasi, (b) mengukur prestasi, (c) menganalisis apakah prestasi memenuhi standar, dan (d) mengambil tindakan apabila prestasi kurang/tidak memenuhi standar (Nanang Fattah,1996: 102).
Dalam perkembangan terakhir, kecenderungan pengawasan dalam dunia pendidikan juga mengikuti apa yang dilakukan pada industri, yaitu dengan menerapakan Total Quality Controll. Pengawasan ini tentu saja terfokus pada pengendalian mutu dan lebih bersifat internal. Oleh karena itu pada akhir-akhir ini setiap lembaga pendidikan umumnya memilikiunit penjaminan mutu.
b.    Evaluasi
Kegiatan evaluasi ditujukan untuk mengetahui sejauhmana kesuksesan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah atau sejauhmana keberhasilan yang telah dicapai dalam kurun waktu tertentu. Tujuan evaluasi utamanya adalah untuk (a) mengetahui tingkat keterlaksanaan program, (b) mengetahui keberhasilan program, (c) mendapatkan bahan/masukan dalam perencanaan tahun berikutnya, dan (d) memberikan penilaian (judgement) terhadap sekolah.

2.    Refleksi dan Focused Group Discussion
Sesuai dengan paradigma baru manajemen sekolah yaitu pemberdayaan dan partisipasi, maka judgement keberhasilan atau kegagalan sebuah sekolah dalam melaksanakan program atau mencapai standar bukan hanya menjadi otoritas pengawas. Hasil monitoring yang dilakukan pengawas hendaknya disampaikan secara terbuka kepada pihak sekolah, terutama kepala sekolah, wakil kepala sekolah, komite sekolah dan guru. Secara bersama-sama pihak sekolah dapat melakukan refleksi terhadap data yang ada, dan menemukan sendiri faktor-faktor penghambat serta pendukung yang selama ini mereka rasakan. Forum untuk ini dapat berbentuk Focused Group Discussion (FGD), yang melibatkan unsur-unsur stakeholder sekolah. Diskusi kelompok terfokus ini dapat dilakukan dalam beberapa putaran sesuai dengan kebutuhan.Tujuan dari FGD adalah untuk menyatukan pandangan stakeholder mengenai realitas kondisi (kekuatan dan kelemahan) sekolah, serta menentukan langkah-langkah strategis maupun operasional yang akan diambil untuk memajukan sekolah. Peran pengawas dalam hal ini adalah sebagai fasilitator sekaligus menjadi narasumber apabila diperlukan, untuk memberikan masukan berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya.

3.    Metode Delphi
Metode Delphi dapat digunakan oleh pengawas dalam membantu pihak sekolah merumuskan visi, misi dan tujuannya. Sesuai dengan konsep MBS, dalam merumuskan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) sebuah sekolah harus memiliki rumusan visi, misi dan tujuan yang jelas dan realistis yang digali dari kondisi sekolah, peserta didik, potensi daerah, serta pandangan seluruh stakeholder.
Sejauh ini kebanyakan sekolah merumuskan visi dan misi dalam susunan kalimat “yang bagus”, tanpa dilandasi oleh filosofi dan pendalaman terhadap potensi yang ada. Akibatnya visi dan misi tersebut tidak realistis, dan tidak memberikan inspirasi kepada warga sekolah untuk mencapainya.
Metode Delphi merupakan cara yang efisien untuk melibatkan banyak stakeholder sekolah tanpa memandang faktor-faktor status yang sering menjadi kendala dalam sebuah diskusi atau musyawarah. Misalnya sekolah mengadakan pertemuan bersama antara sekolah, dinas pendidikan, tokoh masyarakat, orang murid dan guru, maka biasanya pembicaraan hanya didominasi oleh orang-orang tertentu yang percaya diri untuk berbicara dalam forum. Selebihnya peserta hanya akan menjadi pendengar yang pasif.
Metode Delphi dapat disampaikan oleh pengawas kepada kepala sekolah ketika hendak mengambil keputusan yang melibatkan banyak pihak. Langkah-langkahnya menurut Gorton (1976: 26-27) adalah sebagai berikut:
a.    Mengidentifikasi individu atau pihak-pihak yang dianggap memahami persoalan dan hendak dimintai pendapatnya mengenai pengembangan sekolah;
b.    Masing-masing pihak diminta mengajukan pendapatnya secara tertulis tanpa disertai nama/identitas;
c.    Mengumpulkan pendapat yang masuk, dan membuat daftar urutannya sesuai dengan jumlah orang yang berpendapat sama.
d.   Menyampaikan kembali daftar rumusan pendapat dari berbagai pihak tersebut untuk diberikan urutan prioritasnya.
e.    Mengumpulkan kembali urutan prioritas menurut peserta, dan menyampaikan hasil akhir prioritas keputusan dari seluruh peserta yang dimintai pendapatnya.

4.    Workshop
Workshop atau lokakarya merupakan salah satu metode yang dapat ditempuh pengawas dalam melakukan supervisi manajerial. Metode ini tentunya bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan/atau perwakilan komite sekolah. Penyelenggaraan workshop ini tentu disesuaikan dengan tujuan atau urgensinya, dan dapat diselenggarakan bersama dengan Kelompok Kerja Kepala Sekolah atau organisasi sejenis lainnya. Sebagai contoh, pengawas dapat mengambil inisiatif untuk mengadakan workshop tentang pengembangan KTSP, sistem administrasi, peran serta masyarakat, sistem penilaian dan sebagainya.



B.  SUPERVISI AKADEMIK
Di muka telah dijelaskan bahwa supervisi akademik ditujukan untuk membantu guru meningkatkan pembelajaran, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan belajar siswa. Sesuai dengan tujuannya tersebut maka istilah yang sering digunakan adalah supervisi pengajaran (instructional supervision).
Terdapat beberapa metode dan teknik supervisi yang dapat dilakukan pengawas. Metode-metode tersebut dibedakan antara yang bersifat individual dan kelompok. Pada setiap metode supervisi tentunya terdapat kekuatan dan kelamahan.
Ada bermacam-macam teknik supervisi akademik dalam upaya pembinaan kemampuan guru. Dalam hal ini meliputi pertemuan staf, kunjungan supervisi, buletin profesional, perpustakaan profesional, laboratorium kurikulum, penilaian guru, demonstrasi pembelajaran, pengembangan kurikulum, pengambangan petunjuk pembelajaran, darmawisata, lokakarya, kunjungan antarkelas, bacaan profesional, dan survei masyarakat-sekolah. Sedangkan menurut Gwyn, teknik-teknik supervisi itu bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu. teknik supervisi individual, danteknik supervisi kelompok.

1.    TEKNIK SUPERVISI INDIVIDUAL
Teknik supervisi individual di sini adalah pelaksanaan supervisi yang diberikan kepada guru tertentu yang mempunyai masalah khusus dan bersifat perorangan. Supervisor di sini hanya berhadapan dengan seorang guru yang dipandang memiliki persoalan tertentu. Teknik-teknik supervisi yang dikelompokkan sebagai teknik individual meliputi: kunjungan kelas, observasi kelas, pertemuan individual, kunjungan antarkelas, dan menilai diri sendiri. Berikut ini dijelaskan pengertian-pengertian dasarnya secara singkat satu persatu.
a.    Kunjungan Kelas
Kunjungan kelas adalah teknik pembinaan guru oleh kepala sekolah, pengawas, dan pembina lainnya dalam rangka mengamati pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga memperoleh data yang diperlukan dalam rangka pembinaan guru. Tujuan kunjungan ini adalah semata-mata untuk menolong guru dalam mengatasi kesulitan atau masalah mereka di dalam kelas. Melalui kunjungan kelas, guru-guru dibantu melihat dengan jelas masalah-masalah yang mereka alami. Menganalisisnya secara kritis dan mendorong mereka untuk menemukan alternatif pemecahannya. Kunjungan kelas ini bisa dilaksanakan dengan pemberitahuan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, dan bisa juga atas dasar undangan dari guru itu sendiri.
Ada empat tahap kunjungan kelas. Pertama, tahap persiapan. Pada tahap ini, supervisor merencanakan waktu, sasaran, dan cara mengobservasi selama kunjungan kelas. Kedua, tahap pengamatan selama kunjungan. Pada tahap ini, supervisor mengamati jalannya proses pembelajaran berlangsung. Ketiga, tahap akhir kunjungan. Pada tahap ini, supervisor bersama guru mengadakan perjanjian untuk membicarakan hasil-hasil observasi, sedangkan tahap terakhir adalah tahap tindak lanjut. Ada beberapa kriteria kunjungan kelas yang baik, yaitu: (1) memiliki tujuan-tujuan tertentu; (2) mengungkapkan aspek-aspek yang dapat memperbaiki kemampuan guru; (3) menggunakan instrumen observasi tertentu untuk mendapatkan daya yang obyektif; (4) terjadi interaksi antara pembina dan yang dibina sehingga menimbulkan sikap saling pengertian; (5) pelaksanaan kunjungan kelas tidak menganggu proses belajar mengajar; (6) pelaksanaannya diikuti dengan program tindak lanjut

b.   Observasi Kelas
Observasi kelas secara sederhana bisa diartikan melihat dan memperhatikan secara teliti terhadap gejala yang nampak. Observasi kelasadalah teknik observasi yang  dilakukan oleh supervisor terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Tujuannya adalah untuk memperoleh data seobyektif mungkin mengenai aspek-aspek dalam situasi belajar mengajar, kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh guru dalam usaha memperbaiki proses belajar mengajar. Secara umum, aspek-aspek yang diamati selama proses pembelajaran yang sedang berlangsung adalah: 1) usaha-usaha dan aktivitas guru-siswa dalam proses pembelajaran 2) cara penggunaan media pengajaran 3) reaksi mental para siswa dalam proses belajar mengajar 4) keadaan media pengajaran yang dipakai dari segi materialnya. Pelaksanaan observasi kelas ini melalui beberapa tahap, yaitu: (1) persiapan observasi kelas; (2) pelaksanaan observasi kelas; (3) penutupan pelaksanaan observasi kelas; (4) penilaian hasil observasi; dan (5) tindak lanjut. Dalam melaksanakan observasi kelas ini, sebaiknya supervisor menggunakan instrumen observasi tertentu, antara lain berupa evaluative check-list, activity check-list.

c.    Pertemuan Individual
Pertemuan individual adalah satu pertemuan, percakapan, dialog, dan tukar pikiran antara pembina atau supervisor guru, guru dengan guru, mengenai usaha meningkatkan kemampuan profesional guru. Tujuannya adalah:
a)    memberikan kemungkinan pertumbuhan jabatan guru melalui pemecahan kesulitan yang dihadapi;
b)   mengembangkan hal mengajar yang lebih baik;
c)    memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan pada diri guru; dan
d)   menghilangkan atau menghindari segala prasangka yang bukanbukan.

Swearingen (1961) mengklasifikasi jenis percakapan individual ini menjadi empat macam sebagai berikut
a)    classroom-conference, yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di dalam kelas ketika murid-murid sedang meninggalkan kelas (istirahat).
b)   office-conference. Yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di ruang kepala sekolah atau ruang guru, di mana sudah dilengkapi dengan alat-alat bantu yang dapat digunakan untuk memberikan penjelasan pada guru.
c)    causal-conference. Yaitu percakapan individual yang bersifat informal, yang dilaksanakan secara kebetulan bertemu dengan guru
d)   observational visitation. Yaitu percakapan individual yang dilaksanakan setelah supervisor melakukan kunjungan kelas atau observasi kelas

Dalam percakapan individual ini supervisor harus berusaha mengembangkan segi-segi positif guru, mendorong guru mengatasi kesulitankesulitannya, dan memberikan pengarahan, hal-hal yang masih meragukan sehingga terjadi kesepakatan konsep tentang situasi pembelajaran yang sedang dihadapi.

d.   Kunjungan Antar Kelas
Kunjungan antarkelas dapat juga digolongkan sebagai teknik supervisi secara perorangan. Guru dari yang satu berkunjung ke kelas yang lain dalam lingkungan sekolah itu sendiri. Dengan adanya kunjungan antarkelas ini, guru akan memperoleh pengalaman baru dari teman sejawatnya mengenai pelaksanaan proses pembelajaran pengelolaan kelas, dan sebagainya. Agar kunjungan antarkelas ini betul-betul bermanfaat bagi pengembangan kemampuan guru, maka sebelumnya harus direncanakan dengan sebaik-baiknya.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh supervisor apabila menggunakan teknik ini dalam melaksanakan supervisi bagi guruguru.
a)    Guru-guru yang akan dikunjungi harus diseleksi dengan sebaikbaiknya.Upayakan mencari guru yang memang mampu memberikanpengalaman baru bagi guru-guru yang akan mengunjungi.
b)   Tentukan guru-guru yang akan mengunjungi.
c)    Sediakan segala fasilitas yang diperlukan dalam kunjungan kelas.
d)   Supervisor hendaknya mengikuti acara ini dengan cermat. Amatilah apa-apa yang ditampilkan secara cermat, dan mencatatnya pada format-format tertentu.
e)    Adakah tindak lanjut setelah kunjungan antarkelas selesai. Misalnya dalam bentuk percakapan pribadi, penegasan, dan pemberian tugastugas tertentu.
f)    Segera aplikasikan ke sekolah atau ke kelas guru bersangkutan, dengan menyesuaikan pada situasi dan kondisi yang dihadapi.
g)   Adakan perjanjian-perjanjian untuk mengadakan kunjungan antar kelas berikutnya.

e.    Menilai Diri Sendiri
Menilai diri sendiri merupakan satu teknik individual dalam supervisi pendidikan. Penilaian diri sendiri merupakan satu teknik pengembangan profesional guru (Sutton, 1989). Penilaian diri sendiri memberikan informasi secara obyektif kepada guru tentang peranannya di kelas dan memberikan kesempatan kepada guru mempelajari metoda pengajarannya dalam mempengaruhi murid (House, 1973). Semua ini akan mendorong guru untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya (DeRoche, 1985; Daresh, 1989; Synder & Anderson, 1986).
Nilai diri sendiri merupakan tugas yang tidak mudah bagi guru. Untuk mengukur kemampuan mengajarnya, di samping menilai murid-muridnya, juga menilai dirinya sendiri.
Ada beberapa cara atau alat yang dapat digunakan untuk menilai diri sendiri, antara lain sebagai berikut.
a)    Suatu daftar pandangan atau pendapat yang disampaikan kepada murid-murid untuk menilai pekerjaan atau suatu aktivitas. Biasanya disusun dalam bentuk pertanyaan baik secara tertutup maupun terbuka, dengan tidak perlu menyebut nama.
b)   Menganalisa tes-tes terhadap unit kerja.
c)    Mencatat aktivitas murid-murid dalam suatu catatan, baik mereka bekerja secara perorangan maupun secara kelompok.

2.    TEKNIK SUPERVISI KELOMPOK
Teknik supervisi kelompok adalah satu cara melaksanakan programsupervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih. Guru-guru yang diduga,sesuai dengan analisis kebutuhan, memiliki masalah atau kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama dikelompokkan atau dikumpulkan menjadisatu/bersama-sama. Kemudian kepada mereka diberikan layanan supervisisesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi.
Menurut Gwynn, ada tiga belas teknik supervisi kelompok, sebagai berikut.
a) Kepanitiaan-kepanitiaan
b) Kerja kelompok
c) Laboratorium kurikulum
d) Baca terpimpin
e) Demonstrasi pembelajaran
f) Darmawisata
g) Kuliah/studi
h) Diskusi panel
i) Perpustakaan jabatan
j) Organisasi profesional
k) Buletin supervisi
l) Pertemuan guru
m) Lokakarya atau konferensi kelompok

Teknik supervisi kelompok ini tidak akan dibahas satu persatu, karena sudah banyak buku yang secara khusus membahasnya. Satu hal yang perlu ditekankan di sini bahwa tidak ada satupun di antara teknik-teknik supervisi kelompok di atas yang cocok atau bisa diterapkan untuk semua pembinaan dan guru di sekolah. Artinya, akan ditemui oleh kepala sekolah adanya satu teknik tertentu yang cocok diterapkan untuk membina seorang guru tetapi tidak cocok diterapkan pada guru lain. Oleh sebab itu, seorang kepala sekolah harus mampu menetapkan teknik-teknik mana yang sekiranya mampu membina keterampilan pembelajaran seorang guru.
Menetapkan teknik-teknik supervisi akademik yang tepat tidaklah mudah. Seorang pengawas , selain harus mengetahui aspek atau bidang keterampilan yang akan dibina, juga harus mengetahui karakteristik setiap teknik di atas dan sifat atau kepribadian guru, sehingga teknik yang digunakan betul-betul sesuai dengan guru yang sedang dibina melalui supervisi akademik. Sehubungan dengan kepribadian guru, Lucio dan McNeil (1979) menyarankan agar kepala sekolah mempertimbangkan enam faktor kepribadian guru, yaitu kebutuhan guru, minat guru, bakat guru, temperamen guru, sikap guru, dan sifat-sifat somatic guru.

3.    LANGKAH-LANGKAH PEMBINAAN KEMAMPUAN GURU
Ada lima langkah pembinaan kemampuan guru melalui supervisi akademik, yaitu: (1) menciptakan hubungan-hubungan yang harmonis, (2) analisis kebutuhan, (3) mengembangkan strategi dan media, (4) menilai, dan (5) revisi
a.    Menciptakan Hubungan yang Harmonis.
Langkah pertama dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru adalah menciptakan hubungan yang harmonis antara pengawas dan guru,serta semua pihak yang terkait dengan program pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Dalam upaya melaksanakan supervisi akademik memang diperlukan kejelasan informasi antar personil yang terkait. Tanpa kejelasan informasi, guru akan kebingungan, tidak tahu yang diharapkan kepala sekolah, dan meyakini bahwa tujuan pokok dalam pengukuran kemampuan guru, sebagai langkah awal setiap pembinaan keterampilan pembelajaran melalui supervisi akademik, adalah hanya untuk mengidentifikasi guru yang baik dan yang kurang terampil dalam mengajar. Padahal seandainya ada kejelasan informasi, tentu tidak akan terjadi guru yang demikian. Komunikasi antara kepala sekolah dan guru dikatakan efektif apabila guru benar-benar menerima supervisi akademik sebagai upaya pembinaan kemampuannya. Dalam upaya ini, diperlukan kejelasan informasi mengenai hakikat dan tujuan supervisi akademik. Dalam upaya memperjelas program supervisi akademik, tentu diperlukan suatu cara dan prinsip-prinsip tertentu dalam berkomunikasi. Bagaimanakah berkomunikasi secara efektif.
Ada sejumlah prinsip komunikasi yang harus diterapkan oleh kepala sekolah, sebagaimana dikemukakan oleh Marks, Stoops dan Stoops, sebagai berikut.
1) Berbicaralah sebijaksana dan sebaik mungkin
2) Ikutilah pembicaraan orang lain secara saksama
3) Ciptakan hubungan interpersonal antar personil
4) Berpikirlah sebelum berbicara
5) Ikutilah norma-norma yang berlaku pada latar sekolah
6) Usahakanlah untuk memahami pendapat orang lain
7) Konsentrasikan pada pesanmu, bukan pada dirimu sendiri
8) Kumpulkan materi untuk mengadakan diskusi bila perlu
9) Persingkat pembicaraan
10) Ciptakan ketidaksanggupan
11) Bersemangatlah
12) Raihlah sikap orang lain untuk membantu program
13) Berkomunikasilah dengan “eye communication”
14) Selalu mencoba
15) Jadilah pendengar yang baik
16) Ketahuilah kapan sebaiknya berhenti berkomunikasi

b.   Analisis Kebutuhan
Sebagai langkah kedua dalam pembinaan keterampilan pengajaran guru adalah analisis kebutuhan (needs assessment). Secara hakiki, analisis kebutuhan merupakan upaya menentukan perbedaan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipersyaratkan dan yang secara nyata dimiliki. Prinsip supervisi pengajaran yang ketujuh, sebagaimana telah dikemukakan di muka, adalah obyektif, artinya dalam penyusunan program supervisi pengajaran harus didasarkan pada kebutuhan nyata pengembangan profesional guru. Dalam upaya memenuhi prinsip ini diperlukan analisis kebutuhan tentang keterampilan pengajaran guru yang harus dikembangkan melalui supervisi pengajaran.
Adapun langkah-langkah menganalisis kebutuhan sebagai berikut.
1)   Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan atau masalah-masalah pendidikan – perbedaan (gap) apa saja yang ada antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang nyata dimiliki guru dan yang seharusnya dimiliki guru? Perbedaan di kelompok, disintesiskan, dan diklasifikasi.
2)   Mengidentifikasi lingkungan dan hambatan-hambatannya.
3)   Menetapkan tujuan umum jangka panjang.
4)   Mengidentifikasi tugas-tugas manajemen yang dibutuhkan fase ini, seperti keuangan, sumber-sumber, perlengkapan dan media.
5)   Mencatat prosedur-prosedur untuk mengumpulkan informasi tambahan tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki guru. Pergunakanlah teknik-teknik tertentu, seperti mengundang konsultan dari luar sekolah, wawancara, dan kuesioner.
6)   Mengidentifikasi dan mencatat kebutuhan-kebutuhan khusus pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Pergunakanlah kata-kata perilaku atau performansi.
7)   Menetapkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilanpembelajaran guru yang bisa dibina melalui teknik dan media selain pendidikan.
8)   Mencatat dan memberi kode kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru yang akan dibina melalui cara-cara lainnya.

c.    Pelaksanaan Supervisi Akademik
Setelah tujuan-tujuan pembinaan keterampilan pengajaran berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan yang diperoleh melalui analisis kebutuhandi atas, kepala sekolah menganalisis setiap tujuan untuk menentukan bentukbentuk teknik dan media supervisi akademik yang akan digunakan.
Menurut Gwynn (1961), teknik-teknik supervisi bila dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok.
Tujuan pengembangan strategi dan media supervisi akademik ini adalah sebagai berikut.
1)   Mendaftar pembinaan-pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan dengan menggunakan teknik supervisi individual.
2)   Mendaftar pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan melalui teknik supervisi kelompok.
3)   Mendaftar mengidentifikasi dan memilih teknik dan media supervisi yang siap digunakan untuk membina keterampilan pengajaran guru yang diperlukan. Setelah mengembangkan teknik dan media supervisi akademik, mulailah dilakukan pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan menggunakan teknik dan media tertentu sebagaimana telah dikembangkan. Mengenai teknik-teknik supervisi, baik yang individual maupun kelompok, dan medianya akan diuraikan secara khusus pada akhir bab ini.

d.   Penilaian Keberhasilan Supervisi Akademik
Penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai. Dalam konteks supervisi akademik, penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Tujuan penilaian pembinaan keterampilan pembelajaran adalah untuk: (1) menentukan apakah pengajar (guru) telah mencapai kriteria pengukuran sebagaimana dinyatakan dalam tujuan pembinaan, dan (2) untuk menentukan validitas teknik pembinaan dan komponen-komponennya dalam rangka perbaikan proses pembinaan berikutnya.
Prinsip dasar dalam merancang dan melaksanakan program penilaian adalah bahwa penilaian harus mengukur performansi atau perilaku yang dispesifikasi pada tujuan supervisi akademik guru. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1)   Katakan dengan jelas teknik-teknik penilaian.
2)   Tulislah masing-masing tujuan.
3)   Pilihlah atau kembangkan instrumen-instrumen pengukuran yang secara efektif bisa menilai hasil yang telah dispesifikasi.
4)   Uji lapangan untuk mengetahui validitasnya.
5)   Organisasikan, analisis, dan rangkumlah hasilnya.

e.    Perbaikan Program Supervisi Akademik
Sebagai langkah terakhir dalam pembinaan keterampilan pengajaran guru adalah merevisi program pembinaan. Revisi ini dilakukan seperlunya, sesuai dengan hasil penilaian yang telah dilakukan. Langkah-langkahnya sebagai berikut.
1)   Me-review rangkuman hasil penilaian.
2)   Apabila ternyata tujuan pembinaan keterampilan pengajaran guru tidak dicapai, maka sebaiknya dilakukan penilaian ulang terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap guru yang menjadi tujuan pembinaan.
3)   Apabila ternyata memang tujuannya belum tercapaim maka mulailah merancang kembali program supervisi akademik guru untuk masa berikutnya.
4)   Mengimplementasikan program pembinaan yang telah dirancangkembali pada masa    berikutnya.

4.    MEDIA, SARANA, DAN SUMBER

Dalam setiap pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan menggunakan teknik supervisi akademik tertentu diperlukan media, sarana, maupun sumber-sumber tertentu. Apabila digunakan teknik buletin supervisi dalam membina keterampilan pembelajaran guru, maka diperlukan buletin sebagai media atau sumbernya. Apabila digunakan teknik darmawisata dan membina guru maka diperlukan tempat tertentu sebagai sumber belajarnya.
Apabila digunakan perpustakaan jabatan sebagai pusat pembinaan keterampilan pembelajaran guru maka diperlukan buku-buku, ruang khusus, dan sarana khusus, sebagai sarana dan sumber belajar. Demikianlah seterusnya untuk teknik-teknik supervisi akademik lainnya, semuanya memerlukan media, sarana, dan sumber sebagai penunjang pelaksanaannya.

5.    INSTRUMEN PENGUKURAN KEMAMPUAN GURU

Pada bab awal telah ditegaskan bahwa esensial supervisi akademik itu sama sekali bukan mengukur unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan bagaimana membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalnya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari pengukuran kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Pengukuran kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan dalam proses supervisi pembelajaran (Sergiovanni, 1987). Prinsip dasar ini tampak jelas sekali pada langkah-langkah pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Menurut Marks, Stoops dan Stoops, sebagaimana telah dibahas di muka, di mana salah satu langkahnya berupa analisis kebutuhan.

Esensial langkah atau fase analisis kebutuhan ini adalah mengukur pengetahuan dan kemampuan untuk menentukan pengetahuan dan kemampuan mana pada guru yang harus dibina. Ini berarti dalam setiap merencanakan dan memprogram supervisi akademik selalu diperlukan instrumen pengukuran. Instrumen pengukuran ini, baik pengetahuan maupun kemampuan, bila berupa tes-tes tertentu yang secara valid dan reliabel bisa mengukur pengetahuan dan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Khusus untuk mengukur kemampuan guru, karena lebih berbentuk performansi atau perilaku (behavioral), biasanya digunakan instrumen observasi yang mengamati unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran. Instrumen ini banyak diambil dari yang sudah ada, yang sudah valid dan reliabel, maupun dikembangkan sendiri oleh supervisor. Apabila kepala sekolah ingin mengembangkan sendiri instrumen observasi maka disarankan agar merujuk kepada jenis-jenis kemampuan pembelajaran yang menang harus dimiliki oleh guru. Setiap jenis kemampuan yang dikembangkan dalam instrumen observasi harus disediakan skala pengukuran. Ada bermacam-macam skala pengukuran, misalnya skala tigas, skala lima, dan skala tujuh. Apabila digunakan skala tiga, maka bentuknya menjadi tidak mampu (1) cukup mampu (2) dan mampu (3). Apabila digunakan skala lima, maka bentuknya menjadi sangat kurang mampu (1) kurang mampu (2) cukup mampu (3) mampu (4) dan sangat mampu (5). Nantinya apabila telah digunakan, maka semakin kecil skor kemampuannya (kategori kemampuannya) berarti semakin perlu dibina. Semakin rendah skornya berarti guru semakin tidak mampu mengelola proses pembelajaran.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI pernah mengembangkan satu instrumen pengukuran yang disebut dengan Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG ini merupakan instrumen yang kembangkan dan resmi digunakan untuk mengukur kemampuan guru yang bersifat generic essensial.
Dikatakan generic karena kemampuan tersebut secara umum harus dimiliki oleh setiap guru bidang studi apapun. Dikatakan essential karena kemampuan tersebut merupakan kemampuan-kemampuan yang penting saja. Ini tidak berarti bahwa kemampuan yang lain tidak perlu melainkan masih sangat diperlukan hanya harus diukur melalui instrumen lainnya (Depdikbud, 1982).

DAFTAR PUSTAKA

1.Alfonso, RJ., Firth, G.R., dan Neville, R.F.1981. Instructional Supervision, A Behavior System, Boston: Allyn and Bacon, Inc.
2.Danim, Sudarwan. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

3.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1982.
a.Alat Penilaian Kemampuan Guru: Buku I. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru. 1982.
b.Panduan Umum Alat Penilaian Kemampuan Guru. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru. 1996.
c.Pedoman Kerja Pelaksanaan Supervisi, Jakarta: Depdikbud 1996.
d.Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya Jakarta: Depdikbud. 1997.
e.Pedoman Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar 1997.
f.Pedoman Pengelolaan Gugus Sekolah: Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, TK dan SLB 1998.
g.Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, Jakarta: Depdikbud. 2003.
h.Pedoman Supervisi Pengajaran. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.

4.Glickman, C.D 1995. Supervision of Instruction. Boston: Allyn And Bacon Inc.
5.Gwynn, J.M. 1961. Theory and Practice of Supervision. New York: Dodd, Mead & Company.
6.McPherson, R.B., Crowson, R.L., & Pitner, N.J. 1986. Managing Uncertainty: Administrative Theory and Practice in Education. Columbus, Ohio: Charles E. Merrill Pub. Co.
7.Oliva, Peter F. 1984. Supervision For Today’s School. New York: Longman.
8.Pidarta, Made. 1992. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
9.Purwanto, Ngalim.2003. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya
10.Sergiovanni, T.J. 1982. Editor. Supervision of Teaching. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.
11.Sergiovanni, T.J. 1987. The Principalship, A Reflective Practice Perspective. Boston: Allyn and Bacon.
12.Sergiovanni, T.J. dan R.J. Starrat. 1979. Supervision: Human Perspective. New York: McGraw-Hill Book Company.

Sumber: Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional 2008. METODE DAN TEKNIK SUPERVISI


Silahkan Buka :
1. Contoh Intrumen Supervisi Akademik
2.Contoh Instrumen Supervisi Manajerial